Pepatah yang sering kali kita dengar:
“Hemat Pangkal Kaya”
“Sedikit Demi Sedikit, Lama-lama
Menjadi Bukit
“Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang
Ketepian . .
Bersakit-sakit Dahulu,
Bersenang-senang Kemudian”
Hukum alam menyatakan bahwa siapa
yang menanam dia yang akan menuai. Seperti halnya menabung, bukanlah hal yang
mudah, untuk menjadi kaya dengan sedikit demi sedikit, bersakit-sakit dilegakan
dengan menuai.
Memperoleh pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Pendapatan yang tinggi
mendorong seseorang untuk meningkatkan konsumsi, makanan - dengan memilih
kualitas, gizi, dan harga yang lebih tinggi, kendaraan - dari sepeda beralih ke
motor hingga mobil maupun pesawat pribadi dengan alasan kenyamaan dan
mempersingkat waktu dalam perjalanan, dan lain-lain.
Bagi yang berpenghasilan tinggi, hal
itu bukan masalah. Kebanyakan dari kita berpenghasilan menengah ke bawah.
Tetapi mereka juga berpikir untuk meningkatkan konsumsi pula, untuk mendapatkan
kenyamanan yang mereka inginkan. Boleh-boleh saja, hak asasi manusia.
Kemudian mari kita berpikir jangka
panjang, berpikir untuk kebaikan khalayak banyak. Katakanlah suatu ketika salah
satu anggota keluarga kita jatuh sakit, perlu operasi untuk menyembuhkannya,
taksiran biaya kurang lebih sebesar Rp 12.000.000,-. Angka yang kecil bagi
mereka yang berpenghasilan lebih dari Rp 15.000.000,- per bulan, gaji sebulan
sudah lebih dari cukup dengan sedikit berhemat dalam konsumsi. Bagaimana dengan
penghasilan tidak tentu, minimal Rp 750.000,- per bulan (30 hari).
Hari | Bulan | Tahun | |
Penghasilan | Rp 25.000 | Rp 750.000 | Rp 9.000.000 |
Konsumsi | Rp 20.000 | Rp 600.000 | Rp 7.200.000 |
Total Tabungan Maksimal | Rp 5.000 | Rp 150.000 | Rp 1.800.000 |
Memerlukan waktu sekitar 6 tahun 8
bulan untuk mengumpulkan tabungan senilai Rp 12.000.000,- dengan memangkas
semua kebutuhan selain konsumsi, belum lagi kalau si pencari nafkah sakit, apakah
si sakit mampu menunggu selama itu ?? Sudah tentu tidak. Alternatifnya berupa
bantuan biaya pengobatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tertolong,
diobati saja itu sudah cukup, karena ini bantuan, banyak yang memerlukan, harus
berbagi, kualitas sesuai dengan harga. Anda bisa memastikan betapa mahalnya
obat-obatan. Selain itu, masih banyak yang lebih buruk dari Rp 750.000,-, bisa
jadi pengangguran bahkan tunawisma.
Apa yang Anda rasakan jika salah satu
anggota keluarga kita jatuh sakit, tetapi Anda tidak memiliki biaya pengobatan
yang cukup ?? Ironis, sangat menyedihkan. Inilah alasan menabung yang pertama,
untuk biaya kesehatan. Jangan mengatakan bahwa yang berpenghasilan rendah tidak
memerlukan perencanaan keuangan, jika ada ya makan jika tidak ya tidak makan.
Anda salah besar, justru yang berpenghasilan rendah sangat memerlukan
perencanaan keuangan, karena tidak mampu menutup pengeluaran tiba-tiba dalam
jumlah yang besar hanya dengan gaji sebulan dua bulan.
Perencanaan keuangan untuk
memperhatikan pengeluaran-pengeluaran tertentu yang dapat dipangkas demi
kebutuhan masa depan (tidak terduga), biaya pendidikan anak-anak, biaya
kebutuhan perbaikan tempat tinggal, dan lain-lain. Di atas semua itu, kebutuhan
untuk pelestarian bumi kita tercinta, bumi tempat tinggal kita dan anak cucu
kita kelak, mengembalikan Indonesia sebagai paru-paru dunia. Tabungan yang
sedikit tidak mampu menjangkau kebutuhan pelestarian, perlu waktu lama
sementara kekeringan dan kebakaran hutan tidak lagi bisa menunggu.
Pemikiran jangka panjang ini tidak
dimiliki oleh semua orang, memiliki pemikiran jangka panjang tetapi tidak mampu
secara materi atau pun sebaliknya. Anda bisa membayangkan seorang mahasiswa IPK
kurang dari 3,5 yang belum berhasil lulus dalam 8 semester. Ketika lulus pun
kebanyakan dari mereka frustasi dengan perebutan lapangan pekerjaan. Hanya
sedikit sekali dari mereka yang diterima. Untuk itulah tulisan ini dibuat, mari
berpikir jangka panjang, dan melakukan upaya apapun yang bisa kita lakukan. Air
adalah sumber daya yang sangat bisa diperbaharui tetapi tidak dalam sehari dua
hari. Kekeringan dan kebakaran hutan sering kali terjadi akhir-akhir ini. Kita harus
melakukan tindakan secara nyata, musim hujan adalah musim yang tepat untuk
menanam. Sedikit yang kita lakukan, akan banyak berarti ketika ribuan, terlebih
jutaan yang melakukannya, seperti satu ikat lidi yang sulit terpatahkan dan
mampu menyapu bersih seluruh halaman. Paru-paru dunia bukanlah hal mustahil,
kita sudah pernah menyandang gelar itu.
Pemikiran ini tidak bisa dimiliki
mereka yang kekurangan materi, frustasi dalam pencarian kerja, meskipun
memiliki, jika kekuatan tidak ada, akan sia-sia. Lingkungan pendidikan yang
sangat tepat untuk menanamkan pemikiran ini sebagai perwujudan, penularan
patriotisme dan nasionalisme. Persatuan Indonesia menjadi inti keberhasilan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia melalui kepedulian terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
No comments:
Post a Comment